Bila pun punya uang, selalu bukan buat dirinya, tapi untuk orang lain
yang lebih memerlukannnya. Hatinya bersih. Kuat tidak tidur dan tidak
makan berhari-hari.
Tidak takut oleh manusia, siapapun, bila menyangkut kebenaran yang ia
bela. Ia orang yang tauhidnya terjaga dan sangat dekat dengan Allah SWT
melebihi kaum Muslimin umumnya. Ia seorang mukasyafah sehingga biasa
berdialog dengan ruh mursyidnya yang sudah meninggal. Tentu,
kemampuannya luar biasa. Ia orang yang sudah sangat spiritual. Dalam
cerita ini, semua nama yang saya sebutkan, bukan nama aslinya.
Ahmad sahabat saya ini, sudah hampir setahun, sejak mengalami kasyaf
(tersibaknya alam ruhani atau tabir spiritual) biasa berdialog dengan
gurunya bernama Syekh Habib Syarwani, yang sudah wafat 10 tahun yang
lalu.
Syekh Habib semasa hidupnya adalah seorang ulama hikmah, dikenal sebagai
guru spiritual, seorang mukasyafah, seorang penasehat agama dan
kebenaran yang terpercaya. Syekh Habib dipercaya sebagai wali dengan
kehebatan karomah-keromahnya. Ia tidak mau meramal-ramal seperti dukun
atau ahli hikmah lainnya. Tauhidnya lurus kepada Allah SWT. Semua
kalangan dari orang biasa hingga orang-orang pentingnya mengakuinya
sebagai guru, penasehat yang tajam, lurus dan menyentuh. Syekh Habib
memiliki ilmu hikmah yang luar biasa.
Sejak Ahmad menjadi kasyaf, ruh gurunya terus membimbing hidupnya secara
ruhani. Menurut Ahmad, suatu malam, ruh gurunya didampingi beberapa
muridnya di alam sana, menawarinya sesuatu: “Ahmad, ini ada Jin Muslim
diantara kita, namanya Syekh Maulawi. Ia berumur 400 tahun. Ia mempunyai
putri namanya Fatimah, umurnya 200 tahun. Fatimah masih gadis. Syekh
Maulawi tertarik padamu, pada keshalehanmu dan kekuatanmu dalam memeluk
agama. Kami semua disini menawarkan padamu untuk menikahi Fatimah binti
Maulawi. Bagaimana pendapatmu? Silahkan fikirkan dan pertimbangkan.”
Tentu Ahmad kaget luar biasa. “Menikah dengan jin?” Tidak pernah
terbayang sedikitpun sebagai murid Syekh Habib Syarwani kemudian akan
dinikahkan dengan jin. Ini sangat mengagetkan dan sama sekali baru
mengalami tawaran seperti ini.
Mendengar pun, pernikahan antar manusia dan jin, belum pernah. Mau
menolak, ia sangat takzim pada Syekh sebagai gurunya lahir batin sejak
hidupnya. Menyatakan mau juga tidak terbayang bagaimana jadinya dan
nantinya. Dalam kebingungannya, ia mendesah:
“Menurut Syekh bagaimana?”
“Ini hanya tawaran. Bersedia syukur, tidak pun tidak apa-apa.”
“Menurut Islam bagaimana? Saya kan manusia.” Tanya Ahmad lagi ingin tahu bagaimana dari sudut hukum agama.
“Tidak ada larangan.” Jawab gurunya kalem.
Pikiran Ahmad masih terus diliputi kebingungan. Selama berbulan-bulan
sejak ia bisa berdialog dengan gurunya tersebut secara ruhani, Ahmad
sudah terbiasa melihat jin. Oleh jin-jin kafir yang buruk rupa, yang
wajahnya semrawut, tidak beraturan, sering sekali menggoda perjalanannya
agar niatnya menemui dan berguru kepada Syekh Syarwani mundur, batal
dan tidak jadi. Ini adalah ujian beratnya. Ia harus mengalahkan
godaan-godaan makhlus halus itu. Awalnya, kaget luar biasa dan sangat
takut ketika ia mampu melihat sosok jin-jin itu.
Ada yang menertawakan perjalannya sambil bergelantungan di sebuah pohon
di tengah malam, ada yang menghalangi jalan kakinya, ada yang menumpangi
motor yang dikendarainya di jok belakang, ada yang menebarkan bau
busuk, ada yang menyerupai wanita cantik dan telanjang bulat mengajaknya
bersetubuh, ada yang menirukan suara ibunya atau istrinya
memanggil-manggilnya ketika sedang berjalan. Semua itu terjadi antara
jam 11.30 malam hingga jam 04.00 subuh ketika ia sering berjalan kaki ke
sebuah tempat pertemuan dengan gurunya.
Lama-kelamaan matanya jadi biasa dan tidak kaget melihat jin-jin
penggoda itu. Mereka selalu muncul setiap malam di tengah perjalanan
ketika Ahmad menemui gurunya di tempat tersebut. Mereka menggoda dan
menakut-nakutinya.
Oleh keyakinannya kepada Allah, Ahmad tidak takut bahkan semakin berani
mengusirnya dan bahkan sering menantangnya untuk tarung karena kesal.
Kebanyakan jin-jin penggoda itu kabur, mangpret, ngacir ketakutan
setelah dibacakan ayat-ayat Qur’an seperti ayat kursi. Tetapi, bukan
hanya jin kafir yang buruk-buruk rupa itu yang dia lihat. Sering juga
jin-jin Muslim menyapanya. Mereka ini sosoknya lain.
Tubuhnya ada yang wangi, bersih, tampan dan cantik, tapi ukurannya
tinggi-tinggi dan besar-besar. Umurnya ratusan tahun. Ada yang sedang
memegang tasbih berdzikir kepada Allah, ada yang sedang khusyu beribadah
dan sebagainya. Melihat mereka, Ahmad sudah biasa. Tetapi, ditawari
menikahi dengan jin yang berbeda jasad, beda dunia, beda alam, sama
sekali tidak terbayangkan olehnya.
Akhirnya bakti dan hormat pada gurunya mengalahkan keraguan dirinya.
Bagi Ahmad, Syekh Habib Syawani di alam ruh, atas izin Allah, masih
mengajarkan ilmu dan telah membukakan kasyafnya, yang membuatnya bisa
melihat dan berdialog langsung dengannya. Ahmad akhirnya menyatakan siap
dengan hati bulat, ikhlas dan pasrah. Singkat cerita, proses pernikahan
pun dilangsungkan.
Disaksikan gurunya dan ruh-ruh yang hadir, dengan suasana sangat
khidmat, Ahmad dinikahkan dengan Fatimah binti Maulawi, seorang gadis
jin Muslimah, berumur 200 tahun. Mas kawinnya, cukup hanya membaca surat
Al-Fatihah. Mertuanya bernama Syekh Maulawi adalah jin yang sangat
dihormati di kalangan jin Muslim di alamnya. Resmilah mereka sebagai
pasangan suami istri.
Bagaimana gambaran dan kesan Ahmad tentang Fatimah, istrinya di alam jin
itu? Ia menceritakannya kepada saya. “Ia memakai kerudung dan masya
Allah cantiknya luar biasa. Tubuhnya harum. Tingginya sekitar 4 meter.
Setelah nikah, saya memangilnya ummi, dia memanggil abi. Sikapnya
tawadhu luar biasa kepada suami, bahasanya santun, sifatnya halus dan
kecantikannya belum pernah saya lihat pada manusia. Saya belum pernah
melihat wajah secantik itu.”
Beberapa hari dari itu, Ahmad bercerita tentang bulan madunya. Walaupun
tinggi Fatimah sekitar 4 meter, tapi ketika berfungsi sebagai istri dan
menemui suaminya, ia merubah ukurannya menjadi ukuran manusia biasa,
normal. Suatu saat, Ahmad memulai ceritanya, ia diajak Fatimah
berjalan-jalan, berkeliling ke alamnya. Alam jin tidak jauh berbeda
dengan alam manusia. Ada pengajian, ada sekolah, kampus, masjid dan
bangunan-bangunan lain. Sama dengan manusia, mereka memiliki peradaban.
Tapi, itu peradaban jin. Bedanya, bentuknya aneh-aneh, berbeda dengan di
alam manusia. Ahmad sangat sadar alias bukan mimpi. Selama berkeliling,
perasaannya dipenuhi aneh dan aneh, takjub dan takjub, heran dan heran
atas apa yang dialaminya di alam yang berbeda.
Akhirnya ia tiba di sebuah rumah, tentu rumahnya Fatimah. Tinggi, luas,
bentuknya aneh, tidak seperti rumah yang ada di alam manusia. Kamar
Fatimah harum dan bersih. “Barang-barang” tertata rapih. Di atas tempat
tidur, mereka ngobrol dan bercumbu. Selain sangat cantik, tubuh Fatimah
tercium harum dan bercahaya. Maklum ia jin yang taat ibadah. Singkatnya,
aneh juga, Ahmad merasakan kepuasan persis seperti dengan manusia,
bahkan lebih. Kata Ahmad, Fatimah tidak akan pernah hamil. Persenggamaan
jin dan manusia tidak akan mengasilkan kehamilan, karena perbedaan zat
makhluk. Manusia fisik, jin non fisik alias makhluk ghaib.
Sejak itu, kata Ahmad, Fatimah selalu datang dimana Ahmad memerlukannya.
Ngobrol berdua dengan penuh santun dan etika sebagai istri yang shaleh,
sun tangan, menunduk dan tidak pernah bersuara keras. Saling
mengingatkan beribadah kepada Allah. Saling menasehati untuk sabar dalam
menghadapi masalah masing-masing. Tidak ada suasana sedikit pun dari
Fatimah mendominasi Ahmad dari istri aslinya yang manusia, yaitu istri
pertamanya.
Bahkan, dalam banyak kesempatan, Fatimah selalu mendorong Ahmad untuk
harmonis dengan istrinya dan anak-anaknya, menyayangi dan memperhatikan
keluarga. Kehadiran Fatimah, tidak sedikitpun menggangu keberadaan
keluarga Ahmad karena tidak ada nafkah yang harus dikeluarkan, tidak ada
waktu yang terambil. Nafkahnya paling do’a. Perhatiannya bukan bentuk
fisik, tapi ruhani. Kemana Ahmad pergi, Fatimah bisa dipanggil dan
datang, atau ia yang datang sendiri. Makanan Fatimah sebagai jin Muslim
dan makhluk adalah saripati-saripati makanan. Pernikahan itu kini sudah
berumur dua tahun lebih.
Hingga sekarang tetap saja rukun dan damai. Ahmad merasa sangat bahagia,
demikian juga Fatimah. Kepada istri pertamanya, Ahmad tidak pernah
menceritakan peristiwa poligaminya ini karena tidak perlu dan tidak akan
dimengertinya. Toh keluarga tidak terganggu sedikitpun. Ahmad dan
Fatimah hingga saat ini, keduanya adalah murid Syekh Habib yang sampai
sekarang sering hadir dalam pengajian yang berisi nasehat-nasehat
gurunya tersebut, tentu pengajian secara ruhani, yang orang awam seperti
kita tidak bisa melakukannya.
Penutup
Demikianlah, menikah dengan jin bisa terjadi, tapi bukan syari’at dan
tidak dianjurkan oleh agama. Tidak perlu dicontoh, apalagi menikahnya
dengan tujuan-tujuan sesat seperti dilakukan sebagian orang yang
menginginkan kekayaan, kesaktian, kekebalan dll. Ahmad maupun Fatimah
dalam peristiwa di atas, keduanya tidak menginginkan, merencanakan dan
membayangkannya sama sekali. Ahmad bersedia karena ditawari gurunya,
Fatimah karena tawaran Bapaknya, Syekh Habib Maulawi. Pernikahan mereka
dilandasi agama dan tauhid kepada Allah SWT. Tidak ada kemusyrikan
didalamnya, tidak atas dasar lain-lain. Itu takdir saja dari Allah SWT.
Tanpa izin-Nya, segala sesuatu tidak akan terjadi